Sabtu, 15 Maret 2014

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013

BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No.473, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin. Penyelenggaraan.
Praktik. Perawat. Perubahan.
 
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2013
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
 
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
perlu disesuaikan dengan perkembangan hukum
dan kebutuhan pelayanan kesehatan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/148/ I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.473 2
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/
Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 585);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796/Menkes/
Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 603);
www.djpp.kemenkumham.go.id
3 2013, No.473
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010
TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK
PERAWAT.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat, diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 3 diubah, di antara angka 3
dan angka 4 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 3a, sehingga Pasal
1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :
1. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat
baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif, yang dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah
bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan berupa praktik
mandiri.
3a. Surat Izin Kerja Perawat yang selanjutnya disingkat SIKP adalah
bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik
mandiri.
4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar
pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga
kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Obat Bebas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna hijau yang
dapat diperoleh tanpa resep dokter.
7. Obat Bebas Terbatas adalah obat yang berlogo bulatan berwarna
biru yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
8. Organisasi Profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI).
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.473 4
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 2
(1) Perawat dapat menjalankan praktik keperawatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri
dan/atau praktik mandiri.
(3) Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D III)
Keperawatan.
3. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri wajib memiliki SIKP.
(2) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di praktik
mandiri wajib memiliki SIPP.
(3) SIKP dan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan berlaku
untuk 1 (satu) tempat.
4. Pasal 4 dihapus.
5. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Untuk memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, Perawat harus mengajukan permohonan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat
Izin Praktik;
c. surat pernyataan memiliki tempat di praktik mandiri atau di
fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri;
d. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga)
lembar;
e. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau
pejabat yang ditunjuk; dan
f. rekomendasi dari organisasi profesi.
www.djpp.kemenkumham.go.id
5 2013, No.473
(2) Apabila SIKP atau SIPP dikeluarkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, persyaratan rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
(3) Contoh surat permohonan memperoleh SIKP atau SIPP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I
terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(4) Contoh SIKP dan SIPP sebagaimana tercantum dalam Formulir II
dan Formulir III terlampir yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Permohonan SIKP atau SIPP yang disetujui atau ditolak harus
disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas
kesehatan kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu paling
lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
6. Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 5A
dan Pasal 5B, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5A
Perawat hanya dapat menjalankan praktik keperawatan paling banyak
di 1 (satu) tempat praktik mandiri dan di 1 (satu) tempat fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri.
Pasal 5B
(1) SIKP atau SIPP berlaku selama STR masih berlaku dan dapat
diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
(2) Ketentuan memperbarui SIKP atau SIPP mengikuti ketentuan
memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5.
7. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
SIKP atau SIPP dinyatakan tidak berlaku karena:
a. tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKP atau SIPP;
b. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
c. dicabut atas perintah pengadilan;
d. dicabut atas rekomendasi organisasi profesi; atau
e. dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
8. Ketentuan Pasal 14 ayat (2) diubah sehingga Pasal 14 berbunyi
sebagai berikut:
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.473 6
Pasal 14
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat
memberikan tindakan administratif kepada perawat yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan
praktik dalam Peraturan ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; atau
c. pencabutan SIKP atau SIPP.
9. Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
15A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15A
(1) Perawat yang telah melaksanakan praktik keperawatan di fasilitas
pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri sebelum ditetapkan
Peraturan Menteri ini dinyatakan telah memiliki SIKP berdasarkan
Peraturan Menteri ini.
(2) Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki SIKP
berdasarkan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun
sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Maret 2013
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Maret 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
www.djpp.kemenkumham.go.id

Jumat, 14 Maret 2014

Latihan Pernafasan


Latihan pernafasan merupakan salah satu latihan yang dapat membantu mengontrol asma. Latih/ pelajari saat tidak ada serangan, setelah satu bulan di praktekkan, cara bernafas diafragma simultan dengan pursed- lip, akan menjadi "sikap" hidup , terjadi dengan sendirinya, yang akan mempercepat pulih dari serangan .
Pergunakan pernafasan diafragma saat menghisap obat asma, sehingga obat mencapai target sasaran pada jalan nafas.
Pursed-lip breathing
(seperti mengeluarkan napas perlahan melalui sedotan)
Pursed-lip breathingdapat membantu mengontrol jumlah pernafasan (rate respirasi) dan napas pendek. Membantu memasukkan udara kedalam paru dengan demikian menyertakan energi untuk bernapas. Manuver ini akan membantu mengontrol dan juga akan membantu lebih mudah beraktifitas




• 1. Tarik napas perlahan melalui hidung hingga paru penuh terisi udara.
• 2. Posisikan bibir anda seperti akan bersiul. Kemudian keluarkan napas perlahan.


PERNAFASAN DIAFRAGMA

Latihan pernafasan diafragma memperbesar pengembangan rongga paru sehingga udara lebih banyak masuk.



1.Duduk yang nyaman dengan bahu relaks
2. Letakkan satu tangandi atas perut. Kemudian tarik nafas perlahan melalui hidung. (Gerakkan perut mengembung saat menarik nafas)
3. Kemudian kerutkan otot perut dan keluarkan napas melalui mulut dengan tehnik pursed-lip. (Rasakan gerakan perut mengempis )

Note:
- Lakukan manuver tersebut di atas tiga kali kemudian beristirahat sejenak.
- Tahan nafas hitung 1001 - 1005. Setelah inspirasi, baru ekspirasi.
- Upayakan waktu mengeluarkan nafas setidaknya dua kali waktu menarik nafas
- Latihan ini dapat dilakukan sesering mungkin dalam se hari

Analisa Gas Darah dan Manajemen Asam Basa

A.   Pendahuluan Asam adalah ion hydrogen atau dodnor proton. Suatu cairan disebut asam bila mengandung H+ atau mampu melepas atau memberikan H+.
Basa adalah garam dari ion hydrogen atau akseptor proton. Suatu cairan bersifat basa bila sanggup menerima H+.
Asam karbonat (H2CO3) adalah asam karena mampu melepas H+ dan menjadi HCO-3. Sedangkan bikarbonat adalah (HCO3) adalah basa karena mampu menerima H+ untuk kemudian menjadi H2CO3.
B.   Regulasi Asam Basa
Regulasi sistem asam basa diatur oleh tiga sistem yaitu sistem pernafasan, sistem renal dan sistem buffer.
  1. Sistem Pernafasan
  2. Sistem Renal
  3. Sistem Buffer
C.   Pembacaan AGD
Nilai Normal AGD dan Hasil/Kesimpulanya

Ph
(7,35 – 7,45)
HCO3
(22 – 26)
PCO
(2 35 – 45)
BE
(–2 – +2)
PO2
(80 – 100)
Asidosis
Turun
Turun
Naik
Turun
Turun
Alkalosis
Naik
Naik
Turun
Naik
Naik


  1. Lihat Ph, (apakah asidosis atau alkalosis)
  2. Lihat hasil HCO3 atau pCO2 yang mendukung sesuai dengan hasil pH (untuk menentukan respiratorik atau metabolik)
  3. Lihat hasil HCO3 atau pCO2 yang hasilnya berlawanan dengan pH (untuk menentukan adanya kompensasi sebagaian atau tidak)
  4. Lihat pO2 untuk melihat adanya Hipoksemia atau Hiperoksemia
Bila nilai Ph normal tetapi terjadi kelainan nilai HCO3 atau PCO2 maka;
  1. Lihat nilai pH, pH 7,35 – 7,40 adalah asidosis dan pH 7,41 – 7,45 adalah alkalosis
  2. Lihat hasil HCO3 atau pCO2 yang mendukung sesuai dengan hasil pH (untuk menentukan respiratirik atau metabolik)
  3. Lihat hasil HCO3 atau pCO2 yang hasilnya berlawanan dengan pH (untuk menentukan adanya kompensasi penuh atau tidak)
  4. Lihat pO2 untuk melihat adanya Hipoksemia atau Hiperoksemia
D.   Akibat Gangguan Keseimbangan Asam Basa
  1. Asidosis akan meningkatkan konsentrasi K dalam darah. Sehingga fungsi sel dan enzim tubuh memeburuk. Kemudian mengakibatkan aritmia ventrikuler.
  2. Alkalosis akan menurunkan konsentrasi K dalam darah. Sehinggga afinitas Hb – O2 meningkat. Akibatnya pelepasan O2 kejaringan sulit. Sehingga terjadi hipoksemia.
  3. Kenaikan pCO2 (80 – 100 mmHg) akan mengakibatkan koma dan aritmia serta vasodilatasi pembuluh darah. Bila hal ini terjadi diotak maka aliran darah ke otak akan meningkat dan mengakibatkan kenaikan tekanan intra cranial.
  4. Penurunan pCO2 (< 25 mmHg) akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah. Sehingga aliran darah kejaringan turun. Bila hal ini terjadi diotak maka akan terjadi hipoksemia otak.
E.    Manajaemen Gangguan Asam Basa
  1. Pemberian Bikarbonat:
Dosis: 1/3 x BB x (|BE| – 2)
Diberikan setengah dosis dahulu, kemudian setalah 30 – 60 menit dievaluasi kembali hasilnya. Bila belum optimal dilanjutkan pemberian sisanya.
  1. Terapi Oksigen
Dengan NRM bila PCO2 tinggi dan dengan RM bila pCO2 rendah.
Ventilator, bila pCO2 > 60 nnHg atau pO2 < 60 mmHg
ANALISA GAS DARAH

A.   Pengertian
Analisa gas darah adalah suatu pemeriksaan daya serap / interaksi darah dengan gas yang dihirup lewat pernafasan. sampel darah diambil langsung dari arteri.
B.   Interpretasi Hasil AGD
PEMERIKSAAN
HASIL

NORMAL

PH
7.387
7,34 -7,44

PCO2
24.87
35 – 45

PO2
44.0
89 – 116

HCO3

14.5
22 – 26

TCO2

15,2
22 – 29

BASSE EXCESS

-8,4
- 2 – ( +3 )

SATURASI O2
80,2
95 -98


1.    ASIDOSIS RESPIRATORIK
  1. # PH turun PCO2 naik
  2. Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat.
  3. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah.
  4. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
  5. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
  6. Penyebab :Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
  • Emfisema
  • Bronkitis kronis
  • Pneumonia berat
  • Edema pulmoner
  • Asma.
Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.
Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan.
2.    ASIDOSIS METABOLIK
  1. PH turun HCO3 turun
  2. Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.
  3. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
  4. Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:
  • Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam.Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
  • Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidosis metabolik:
  • Gagal ginjal
  • Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
  • Ketoasidosis diabetikum
  • Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
  • Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
  • Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi
  • 3.    ALKALIOSIS RESPIRATORIK
    1. # PH naik PCO2 turun
    2. Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
    3. Penyebab :
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan.
  1. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
  • rasa nyeri
  • sirosis hati
  • kadar oksigen darah yang rendah
  • demam
  • overdosis aspirin.
  1. Pengobatan :
  • Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan.
  • Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini.
  • Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri.
  • Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya.
  • Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali.
  • Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik
  1. 4.    ALKALIOSIS METABOLIK
    1. # PH naik HCO3 naik
    2. Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.
  1. Penyebab :
  • Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
  • Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).
  • Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
  • Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
  1. Penyebab utama akalosis metabolik:
  • Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
  • Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
  • Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).
ANALISA GAS DARAH
  1. A.   DEFINISI
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai:
  1. Keseimbangan asam basa dalam tubuh,
  2. Kadar oksigenasi dalam darah,
  3. Kadar karbondioksida dalam darah
Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
  • PH normal 7,35-7,45
  • Pa CO2 normal 35-45 mmHg
  • Pa O2 normal 80-100 mmHg
  • Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l
  • HCO3 normal 21-30 mEq/l
  • Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3
  • Saturasi O2 lebih dari 90%.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan “ASTRUP”, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
  1. B.   PROSEDUR PENGAMBILAN GAS DARAH ARTERI
  2. Alat
    1. Spuit gelas atau plastik 5 atau 10 ml
    2. Botol heparin 10 ml, 1000 unit/ml (dosis-multi)
    3. Jarum nomor 22 atau 25
    4. Penutup udara dari karet
    5. Kapas alcohol
    6.   Wadah berisi es (baskom atau kantung plastik)
    7. Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi:
    8. Nama, tanggal dan waktu
    9.   Apakah menerima O2 dan bila ya berapa banyak dan dengan rute apa
    10.   Suhu
    11. Tekhnik
      1. Arteri radialis umumnya dipakai meskipun brakhialis juga dapat digunakan.
      2. Bila menggunakan pendekatan arteri radialis lakukan tes Allen’s. Secara terus menerus bendung arteri radialis dan ulnaris. Tangan akan putih kemudian pucat. Lepaskan aliran arteri ulnaris. Tes allen’s positif bila tangan kembali menjadi berwarna merah muda. Ini meyakinkan aliran arteri bila aliran arteri radialis tidak paten
      3. Pergelangan tangan dihiperekstensikan dan tangan dirotasi keluar
  1. Penting sekali untuk melakukan hiperekstensi pergelangan tangan, biasanya menggunakan gulungan handuk untuk melakukan ini
  2. Untuk pungsi arteri brakialis, siku dihiperekstensikan setelah meletakkan handuk di bawah siku
  3.   1 ml heparin diaspirasi kedalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan heparin, dan kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan perlahan sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tak ada gelembung udara
  4. Arteri brakialis atau radialis dilokalisasi dengan palpasi dengan jari tengah dan jari telunjuk, dan titik maksimum denyut ditemukan. Bersihkan tempat tersebut dengan kapas alcohol
  5. Jarum dimasukkan dengan perlahan kedalam area yang mempunyai pulsasi penuh. Ini akan paling mudah dengan memasukkan jarum dan spuit kurang lebih 45-90 derajat terhadap kulit
  6.   Seringkali jarum masuk menembus pembuluh arteri dan hanya dengan jarum ditarik perlahan darah akan masuk ke spuit
  7.   Indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan darah kedalam spuit dengan kekuatannya sendiri
  8. Bila kita harus mengaspirasi darah dengan menarik plunger spuit ini kadang-kadang diperlukan pada spuit plastik yang terlalu keras sehingga tak mungkin darah tersebut positif dari arteri. Hasil gas darah tidak memungkinkan kita untuk menentukan apakah darah dari arteri atau dari vena
  9.   Setelah darah 5 ml diambil, jarum dilepaskan dan petugas yang lain menekan area yang di pungsi selama sedikitnya 5 menit (10 menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan)
m. Gelembung udara harus dibuang keluar spuit. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit. Putar spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin
  1. Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es atau air es, kemudian dibawa kelaboratorium
  2. C.   ANALISA
Jenis gangguan asam basa
PH
Total CO2
PCO2
Asidosis respiratorik tidak terkompensasi
Rendah
Tinggi
Tinggi
Alkalosis respiratorik tidak terkompensasi
Tinggi
Rendah
Rendah
Asidosis metabolic tidak terkompensasi
Rendah
Rendah
Normal
Alkalosis metabolic tidak terkompensasi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolic
Normal
Tinggi
Normal
Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis metabolic
Normal
Rendah
Normal
Asidosis metabolic kompensasi alkalosis respiratorik
Normal
Rendah
Rendah
Alkalosis metabolic kompensasi asidosis respiratorik
Normal
Tinggi
Tinggi

ANALISA GAS DARAH
  1. A.   STATUS ASAM BASA
  2. Fungsi utama dari paru-paru adalah memasok oksigen dan mengeluarkan carbondioxida dari darah. Oleh karena itu untuk mengetahui keadekuatan dari proses ventilasi dan difusi diperlukan analisa dari gas darah dalam arteri.
  3. Keseimbangan asam-basa mengukur bagaimana level respirasi dan metabolic buffer mempengaruhi keseluruhan pH. Hubungan diantara factor-faktor tersebut dapat dilihat pada persamaan berikut:
CO2 + H2O <-> H2CO3 <-> (H+) + (HCO3-)
  1. Persamaan diatas menunjukkan bahwa adanya perubahan pada consentrasi buffer tertentu akan mengubah pH.dari sistim tersebut. Adanya perubahan pada carbondioksida menunjukkan adanya respiratory acidosis atau alkalosis, sedang perubahan pada bicarbonate menunjukkan adanya metabolic acidosis atau alkalosis.
Berikut ini adalah 3 langkah mudah untuk menginterpretasikan ABG (arterial blood gases) :
  1. Tentukan apakah pH nya normal, acidosis atau alkalosis
PH darah arteri merupakan sebuah pengukuran konsentrasi ion hydrogen. Karena asam didefinisikan sebagai cairan yang mempunyaikemampuan untuk memberikan ion hydrogen dan basa didefinisikan sebagai cairan yang mempunyai kemampuan untuk menerima ion hydrogen, , maka pH dapat menunjukkan keseimbangan dari sttus asam-basa dalam darah arteri. Nilai pH normalnya 7,40 dengan batas normal 7,35 – 7,45. Jika terdapat peningkatan ion hydrogen, maka berarti ph menurun, sehingga darah bersifat acidosis. Sedangkan bila terjadi penurunan ion hydrogen berarti pH naik, hal ini menunjukkan darahnya bersifat alkalosis.
  1. Tentukan penyebab ketidakseimbangan pH
Untuk menentukan penyebab dari ketidak seimbangan pH apakah metabolik atau respiratory problem, maka kita tentukan buffer mana yang mempunyai permasalahan sama dengan pH. Adanya peningkatan kadar PaCO2 menunjukkan adanya acidosis, sedang penurunan PaCO2 menunjukkan alkalosis. Adanya Peningkatan HCO3- menunjukkan alkalosis, sedang adanya penurunan HCO3- menunjukkan acidosis.
  1. Tentukan apakah masalahnya pada respirasi atau metabolik
  2. Tentukan kompensasi yang telah terjadi
Ada tiga jenis kompensasi dalam keseimbangan asam basa, yaitu kompensasi penuh, sebagian atau tidak ada kompensasi.
  1. TIDAK ADA KOMPENSASI
Dikatakan tidak ada kompensasi bila status asam basa yang tidak sesuai dengan status pH dalam batas normal.
  1. KONPENSASI SEBAGIAN
Dikatakan terdapat kompensasi sebagian bila status asam basa yang tidak sesuai dengan status pH berada diluar batas normal dan nilai pH sendiri juga diluar batas normal.
  1. KOMPENSASI PENUH
Dikatakan kompensasi penuh bila status asam basa yang tidak sesuai dengan status pH diluar batas normal, tetapi nilai pH dalam batas normal.
Dalam menginterpretasi ABG tidak boleh dilakukan secara terpisah, tetapi harus senantiasa dikonfirmasikan dengan pemeriksaan yang lain seperti riwayat penyakit, pengobatan medis.
  1. B.   PENGAMBILAN ANALISA GAS DARAH
  2. Pengertian :
Pengambilan darah arteri melalui fungsi untuk memeriksa gas-gas dalam darah yang berhubungan dengan fungsi respirasi dan metabolisma.
  1. Tujuannya :
    1. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
    2. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
    3. Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2.
    4. Tingkat tekanan O2 dalam darah arteri.
    5. Tempat pengambilan darah arteri :
      1. Arteri Radialis, merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.
      2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.
      3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi obstruksi pembuluh darah.
      4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.
      5. Langkah-langkah melakukan fungsi darah arteri :
        1. Persiapan alat.
1)   Baki (Troli) yang berisi antara lain:
  • 1 Buah spuit 2,5 cc yang disposible.
  • 1 buah spuit 1 cc yang disposible.
  • Gabus / karet sebagai penutup jarum.
  • 2 lembar kain kassa steril.
  • Bengkok, plester, gunting.
  • Obat lokal anesthesi (bila) perlu.
  • Kapas alkohol dengan campuran bethadine.
  • Kantong plastik berisi es bila pengirimannya jauh.
  • Heparin injeksi 5000 unit
2)   Spuit 2,5 cc diisi dengan heparin 0,1 cc atau asal membasahi dinding spuit untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Heparin tidak boleh terlalu banyak dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
  1. Memberitahukan pasien tentang tujuan daripada pengambilan darah arteri yang akan di pungsi.
  2. Memilih arteri yang akan di pungsi.
  3. Menyiapkan posisi pasien :
1)   Arteri Radialisi :
  • Pasien tidur semi fowler dan tangan diluruskan.
  • Meraba arteri kalau perlu tangan boleh diganjal atau ditinggikan.
  • Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan lokalisasinya.
2)   Arteri Dorsalis Pedis
Pasien boleh flat / fowler.
3)   Arteri Brachialis
Posisi pasien semi fowler, tangan di hyperextensikan / diganjal dengan siku.
4)   Arteri Femoralis
Posisi pasien flat
  1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perasat
  2.   Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang akan ditusuk sesudah dibersihkan dengan kapas bethadine secara sirkuler. Setelah 30 detik kita ulangi dengan kapas alkohol dan tunggu hingga kering.
  3. Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi dengan obat (adrenalin 1 %), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc intracutan dan sebelum obat dimasukkan terlebih dahulu aspirasi untuk mencegah masuknya obat ke dalam pembuluh darah.
  4. Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri dengan cara kulit diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah sehingga arteri yang akan ditusuk berada di antara 2 jari tersebut.
  5.   Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil dengan tangan kanan, jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah di fiksasi tadi.
1)   Pada arteri radialis posisi jarum ± 45 derajat
2)   Pada arteri brachialis posisi jarum 60 derajat
3)   Pada arteri femoralis posisi jarum 90 derajat
Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga darah dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi kadang-kadang darah tidak langsung keluar. Kalau terpaksa dapat menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis. Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik perlahan-lahan sampai ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh diulangi lagi kearah denyutan.
  1.   Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan usahakan posisi pemompa spuit tetap untuk mencegah terhisapnya udara kedalam spuit dan segera gelembung udara dikeluarkan dari spuit
  2. Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet.
  3.   Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur dengan bethadine.
Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit
Pada arteri brachialis selama 7 – 10 menit
Pada arteri femoralis selama 10 menit
Jika pasien mendapat antikoagulan tekan selama 15 menit.
m. Lokalisasi tusukan tutup dengan kassa + bethadine steril.
  1. Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama pasien, ruangan tanggal dan jam pengambilan, suhu dan jenis pemeriksaan.
  2. Bila pengiriman / pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan kantong plastik yang diisi es supaya pemeriksaan tidak berpengaruh oleh suhu udara luar.
  3. Kembali mencuci tangan setelah selesai melakukan perasat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dan sesudah melakukan pengambilan darah.
  1. Daerah pengambilan darah sebaiknya pada tempat yang bergantian / selang-seling untuk mencegah terjadinyakerusakan pada pembuluh darah
  2. Apabila menggunakan obat lokal anesthesi harus ditest terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya reaksi alergi oleh karena obat tersebut.
  3. Apabila pasien yang memerlukan perawatan lama sebaiknya dipasang arteri line.
  4. Warna merah darah dapat merupakan petunjuk baik / buruknya dari darah arteri. Pasien PPOM dengan nilai PaO2 rendah darah berwarna lebih gelap biasanya mengandung lebih rendah O2.
  5. Bila mungkin cegahlah penusukan pada arteri femoralis.
  6. Apabila diperlukan pengambilan darah melalui arteri radialis perlu diketahui dahulu adanya kolateral arteri ulnaris dengan cara percobaan Allen ( test Allen ).
Caranya :
  1. Anjurkan pasien untuk mengepalkan tangannya dengan kuat supaya darah sebanyak mungkin keluar sehingga telapak tangan pucat.
  2. Tekan arteri radialis dan ulnaris agar tertutup sambil pasien membuka kepalannya beberapa kali dan menutupnya kembali. Kemudian tangan dibuka, lepaskan tekanan pada arteri ulnaris.

Cairan Infus (Komposisi, Indikasi)


Cairan Kristaloid

1. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
Indikasi :
a. Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh keluarnya molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
d. Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema paru.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.
2. Ringer Laktat (RL)
Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa = 28-30 mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : ”Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati-hati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal function & pre-eklamsia.

3. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan : 100, 250, 500 ml.
Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.

4. Ringer Asetat (RA)
Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti. Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif yang terjadi pada diare.
Indikasi : Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini terutama diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik; pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi anestesi regional; priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi.
Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi, misalnya ditunjukkan oleh studi Ewaldsson dan Hahn (2001) yang menganalisis efek pemberian 350 ml RA secara cepat (dalam waktu 2 menit) setelah induksi anestesi umum dan spinal terhadap parameter-parameter volume kinetik. Studi ini memperlihatkan pemberian RA dapat mencegah hipotensi arteri yang disebabkan hipovolemia sentral, yang umum terjadi setelah anestesi umum/spinal.
Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba membandingkan efek pemberian infus cepat RL dengan RA terhadap metabolisme maternal dan fetal, serta keseimbangan asam basa pada 20 pasien yang menjalani kombinasi anestesi spinal dan epidural sebelum seksio sesarea. Studi ini memperlihatkan pemberian RA lebih baik dibanding RL untuk ke-3 parameter di atas, karena dapat memperbaiki asidosis laktat neonatus (kondisi yang umum terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami eklampsia atau pre-eklampsia).
Dehidrasi dan gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke iskemik/hemoragik akut, sehingga umumnya para dokter spesialis saraf menghindari penggunaan cairan hipotonik karena kekhawatiran terhadap edema otak. Namun, Hahn dan Drobin (2003) memperlihatkan pemberian RA tidak mendorong terjadinya pembengkakan sel, karena itu dapat diberikan pada stroke akut, terutama bila ada dugaan terjadinya edema otak.
Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding RL secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan tekanan darah sistolik-diastolik).
Tabel I. Komposisi Beberapa Cairan Kristaloid
Cairan
Tonusitas
Na(mmol/l)
Cl(mmol/l)
K (mmol/)
Ca (mmol/l)
Glukosa (mg/dl)
Laktat (mmol/l)
Asetat (mmol/l)
NaCl 0,9 %
308 (isotonus)
154
154





½ Saline
154 (hipotonus)
77
77





Dextrose 5 %
253 (hipotonus)




5000


D5NS
561 (hipertonus
154
154


5000


D5 ¼NS
330 (isotonus)
38,5
38,5


5000


2/3 D & 1/3 S
Hipertonus
51
51


3333


Ringer Laktat
273 (isotonus)
130
109
4
3

28

D5 RL
273 (isotonus)
130
109
4
3
50
28

Ringer Asetat
273,4 (isotonus)
130
109
4
3


28

Cairan Koloid
Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih mahal.
Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan meningkatkan tekanan osmose plasma.
1. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang dimurnikan dari plasma manusia (cotoh: albumin 5%).
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume yang dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.
Indikasi :
·                     Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia, hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka bakar.
·                     Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan albumin dan furosemid yang dapat memberikan efek diuresis yang signifikan serta penurunan berat badan secara bersamaan.
·                     Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi, kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.
·                     Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan komplikasi dari sirosis. Sirosis memacu terjadinya asites/penumpukan cairan yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan utama, sedangkan penggunaan albumin pada terapi tersebut dapat mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Adanya bakteri dalam darah dapat menyebabkan terjadinya multi organ dysfunction syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan organ-organ tubuh yang timbul akibat infeksi langsung dari bakteri.
Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.
Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.
2. HES (Hydroxyetyl Starches)
Komposisi Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin.
Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.
KontraindikasiCardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi, hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan HES pada sepsis masih terdapat perdebatan.
Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :
·                     Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES tetap bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi kenaikan permeabilitas.
·                     Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin menunjukkan manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan kristaloid.
·                     Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut seperti asidosis refraktori.
·                     HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan pada kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adesi molekuler.
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan pada sepsis karena :
·                     Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid (HES), yang manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli.
·                     HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan gelatin pada pasien sepsis dengan hipovolemia.
·                     HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF, pruritus, dan liver failure. Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi iskemik reperfusi (contoh: transplantasi ginjal).
·                     Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin pada pasien dengan sepsis.
Adverse reaction : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.
3. Dextran
Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi :
·                     Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
·                     Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten jika dibandingkan dengan gelatin dan HES.
Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik (trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.
Adverse Reaction : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul dextran pada tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan yang signifikan.
Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.
4. Gelatin
Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan,
Pada sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
Kontraindikasi : haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga harus dihindari pada keadaan hiperkalsemia.
Adverse reaction : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan 20.000 pasien, dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang tinggi bila dibandingkan dengan starches.
Contoh : haemacel, gelofusine.
Cairan Khusus
MANNITOL
D-Manitol. C6H14O6
Indikasi
Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral, meningkatkan diuresis pada pencegahan dan/atau pengobatan oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan tekanan intraokular, meningkatkan ekskresi uriner senyawa toksik, sebagai larutan irigasi genitouriner pada operasi prostat atau operasi transuretral.
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
·                     Na 130 mEq
·                     K 4 mEq
·                     Cl 109 mEq
·                     Ca 3 mEq
·                     Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
·                     Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
·                     Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
·                     Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
·                     Mempunyai efek vasodilator
·                     Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral
KA-EN 1B
Indikasi:
·                     Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
·                     <>
·                     Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
·                     Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
Komposisi :

Tiap 1000 ml isi mengandung
-          sodium klorida 2,25 g
-          anhidrosa dekstros 37,5 g.
-          Elektrolit (meq/L) :
a.       Na+ 38,5
b.      Cl- 38,5
c.       Glukosa 37,5 g/L.
d.      kcal/L : 150
KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:
·                     Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
·                     Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
·                     Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
·                     Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
Kompisisi  :
KA-EN 3A

Tiap liter isi mengandung
-          sodium klorida 2,34 g
-          potassium klorida 0,75 g, sodium laktat 2,24 g
-          anhydrous dekstros 27 g.
-          Elektrolit (mEq/L)
a.       Na+ 60
b.      K+ 10
c.       Cl- 50
d.      laktat- 20
e.       glukosa : 27 g/L.
f.       kcal/L : 108
KA-EN 3B

Tiap liter isi mengandung
-          sodium klorida 1,75g,
-          ptasium klorida 1,5g,
-          sodium laktat 2,24g,
-          anhydrous dekstros 27g.
-          Elektrolit (mEq/L) :
a.       Na+ 50,
b.      K+ 20,
c.       Cl- 50,
d.      laktat- 20,
e.       glukosa 27 g/L.
f.       kcal/L. 108
KA-EN MG3
Indikasi :
·                     Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
·                     Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
·                     Mensuplai kalium 20 mEq/L
·                     Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
Komposisi :

Tiap liter isi mengandung bahan :
-          sodium klorida 1,75g,
-          potassium klorida 1,5g,
-          sodium laktat 2,24g,
-          anhydrous dekstros 100g.
-          Elektrolit (mEq/L) :
A.    Na+ 50,
B.     K+ 20,
C.     Cl- 50,
D.    laktat- 20,
E.     glukosa 100 g/L;
F.      kcal/L: 400
KA-EN 4A
Indikasi :
·                     Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
·                     Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
·                     Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
·                     Na 30 mEq/L
·                     K 0 mEq/L
·                     Cl 20 mEq/L
·                     Laktat 10 mEq/L
·                     Glukosa 40 gr/L
KA-EN 4B
Indikasi:
·                     Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
·                     Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
·                     Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
·                     Na 30 mEq/L
·                     K 8 mEq/L
·                     Cl 28 mEq/L
·                     Laktat 10 mEq/L
·                     Glukosa 37,5 gr/L
Otsu-NS
Indikasi:
·                     Untuk resusitasi
·                     Kehilangan Na > Cl, misal diare
·                     Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
Mengandung elektrolit mEq/L
· Na+ = 154
· Cl- = 154
Otsu-RL
Indikasi:
·                     Resusitasi
·                     Suplai ion bikarbonat
·                     Asidosis metabolik
Mengandung elektrolit mEq/L
· Na+ = 130
· Cl- = 108.7
· K+ = 4
· Ca++ = 2.7
· Laktat = 28
MARTOS-10
Indikasi:
·                     Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
·                     Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
·                     Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
·                     Mengandung 400 kcal/L
AMIPAREN
Indikasi:
·                     Stres metabolik berat
·                     Luka bakar
·                     Infeksi berat
·                     Kwasiokor
·                     Pasca operasi
·                     Total Parenteral Nutrition
·                     Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit

Komposisi
Setiap liter Amiparen isi mengandung
-          L-leucine 14g,
-          L-isoleucine 8g,
-          L-valine 8g,
-          lysine acetate 14,8g (L-lysine equivalent 10,5g),
-          L-threonine 5,7g,
-          L-tryptophan 2g,
-          L-methionine 3,9g,
-          L-phenylalanine 7g,
-          L-cysteine 1g,
-          L-tyrosine 0,5g,
-          L-arginine 10,5g,
-          L-histidine 5g,
-          L-alanine 8g,
-          L-proline 5g,
-          L-serine 3g,
-          aminoacetic acid 5,9g,
-          L-aspartic acid 30 w/w%,
-          total nitrogen 15,7g,
-          sodium kurang lebih 2 mEq,
-          acetate kira-kira 1220 mEq.
-          Sodium bisulfit ditambahkan sebagai stabilisator.
AMINOVEL-600
Indikasi:
·                     Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
·                     Penderita GI yang dipuasakan
·                     Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
·                     Stres metabolik sedang
·                     Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

Komposisi :
Tiap liter Aminovel 600 berisi
-          amino acid (L-form) 50g,
-          D-sorbitol 100g,
-          ascorbic acid 400mg,
-          inositol 500mg,
-          nicotinamide 60mg,
-          pyridoxine HCl 40mg,
-          riboflavin sodium phosphate 2,5mg,
-          Elektrolit :
a.       Sodium 35 mEq,
b.      potassium 25 mEq,
c.       magnesium 5 mEq,
d.      acetate 35 mEq,
e.       maleate 22 mEq,
f.       chloride 38 mEq.
-          Setiap 50g asam amino berisi :
a.       L-isoleucine 3,2gram,
b.      L-leucine 2,4g,
c.       L-lysine (calculated as base) 2g,
d.      L-methionine 3g,
e.       L-phenylalanine 4g,
f.       L-threonine 2g,
g.      L-tryptophan 1g,
h.      L-valine 3,2g,
i.        L-arginine (calculated as base) 6,2g,
j.        L-histidine (calculated as base) 1g,
k.      L-alanine 6g,
l.        glycine 14g,
m.    L-proline 2g
PAN-AMIN G
Indikasi:
·                     Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
·                     Nutrisi dini pasca operasi
·                     Tifoid
Komposisi
Tiap liter infuse mengandung
-          L-arginine HCl 2,7g,
-          L-histidine HCl H2O 1,3g,
-          L-isoleucine 1,8g,
-          L-leucine 4,1g,
-          L-lysine HCl 6,2g,
-          L-methionine 2,4g,
-          L-phenyilalanine 2,9g,
-          L-threonine 1,8g,
-          L-tryptophane 0,6g,
-          L-valine 2g,
-          glycine 3,4g,
-          D-sorbitol 50g
-          air.
TUTOFUSIN OPS
Per liter :
-          Natrium 100 mEq,
-          Kalium 18 mEq,
-          Kalsium 4 mEq,
-          Magnesium 6 mEg,
-          Klorida 90 mEq,
-          Asetat 38 mEq,
-          Sorbitol 50 gram.
Indikasi :
o Air & elektrolit yang dibutuhkan pada fase sebelum, selama, & sesudah operasi.
O Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit selama masa pra operasi, intra operasi dan pasca operasi
O Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit pada keadaan dehidrasi isotonik dan kehilangan cairan intraselular
o Memenuhi kebutuhan karbohidrat secara parsial
Kontraindikasi :
O Insufisiensi ginjal
O intoleransi Fruktosa & Sorbitol
O kekurangan Fruktosa-1-6-difosfate
O keracunan Metil alkohol.
Hati-hati pada :
O Penyakit ginjal atau jantung
O retensi cairan
O hipernatremia.