Rabu, 27 April 2011

STROKE

Anatomi fisiologi system neurologis

System persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis dan saraf perifer. Struktur dan FungsiSistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron dan jaringan penunjang yang disebut neuroglia . Tersusun membentuk sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem persarafan berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup melalui berbagai mekanisme sehingga tubuh tetap mencapai keseimbangan. Stimulasi yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh dapat mengadaptasi sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi perubahan berlangsung melalui kegiatan saraf yang dikenal sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit. Stimulasi dapat Menghasilkan Suatu Aktifitas

Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi dalam bentuk impuls listrik ke sistem saraf pusat. Bagian sistem saraf tepi yang menerima rangsangan disebut reseptor, dan diteruskan menuju sistem saraf pusat oleh sistem saraf sensoris. Pada sistem saraf pusat impuls diolah dan diinterpretasi untuk kemudian jawaban atau respon diteruskan kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Sistem saraf yang membawa jawaban atau respon adalah sistem saraf motorik. Bagian sistem saraf tepi yang mencetuskan jawaban disebut efektor. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom. Efektor dari sitem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea.

Fungsi Saraf

1. Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori . Saraf sensori disebut juga Afferent Sensory Pathway.

2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.

3. Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat medula spinalis maupun di otak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau respon.

4. Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. Saraf motorik disebut juga Efferent Motorik Pathway.

Definisi Stroke

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler. Dengan kata lain penyakit yang terjadi akibat terganggunya aliran darah ke otak secara tiba-tiba sehingga menyebabkan kerusakan neurologis

Epidemiologi penyakit

Di AS, stroke mrp penyebab kematian ke-3 setelah jantung dan kanker, diderita oleh 500.000 orang per tahunnya. Di Indonesia, menurut SKRT th 1995, stroke termasuk penyebab kematian utama, dengan 3 per 1000 penduduk menderita penyakit stroke dan jantung iskemik. Di dunia, menurut SEAMIC Health Statistic 2000, penyakit serbiovaskuler seperti jantung koroner dan stroke berada di urutan kedua penyebab kematian tertinggi di dunia. Secara umum, 85% kejadian stroke adalah stroke oklusif, 15 % adalah stroke hemoragik

Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kelainan patologis

a. Stroke hemoragik

i. Perdarahan intra serebral

ii. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

i. Stroke akibat trombosis serebri

ii. Emboli serebri

iii. Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

d. Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

a. Sistem karotis

i. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

ii. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

iii. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks

iv. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

b. Sistem vertebrobasiler

i. Motorik : hemiparese alternans, disartria

ii. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

iii. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

Tipe hemoragi/perdarahan

stroke yang disebabkan karena perdarahan intracranial. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak

Etiologi dari Stroke Hemoragik :

a. Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.

Gejala klinis :

· Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.

· Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.

· Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi

· Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.

b. Perdarahan subarachnoid

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.

Gejala klinis :

· Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.

· Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.

· Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai beberapa jam.

· Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

· Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid.

· Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.2

Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan)

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena

Faktor resiko

- usia �� insidensi stroke sebanding dgn meningkatnya usia di atas umur 55 th, insidensinya meningkat 2 kali lipat

- hipertensi �� ada hubungan langsung antara tingginya tekanan darah dengan resiko terjadinya stroke

- jenis kelamin �� insidensi pada pria 19% lebih tinggi drpd wanita

- TIA (transient ischemic attack) �� 60% kasus stroke iskemididahului dengan TIA �� makin sering terjadi, makin besar resiko terjadinya stroke

Diagnosis test

- Untuk akurasi diperlukan instrumen seperti : computed tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI)

- CT atau MRI dapat menunjukkan adanya infark (> 2mm) atau perdarahan �� untuk membedakan jenis stroke

Prognosis

- Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran

- Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan strokeiskemik

- Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang

- Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan

- Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma �� hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal

- Jika infark terjadi pada spinal cord �� prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan neurologis �� jika control motorik dan sensasi nyeri terganggu �� prognosis jelek

Pathogenesis stroke iskemik

- adanya aterotrombosis atau emboli �� memutuskan aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF)

- Nilai normal CBF = 53 ml/100 mg jaringan otak/menit

- Jika CBF < 30 ml/100 mg/menit �� iskemik

- Jika CBF < 10 ml/100 mg/menit �� kekurangan oksigen �� proses fosforilasi oksidatif terhambat �� produksi ATP (energi) berkurang �� pompa Na-K-ATPase tidak berfungsi �� depolarisasi membran sel saraf �� pembukaan kanal ion Ca �� kenaikan influks Ca secara cepat �� gangguan Ca homeostasis �� Ca merupakan signalling molekul yang mengaktivasi berbagai enzim �� memicu proses biokimia yang bersifat eksitotoksik �� kematian sel saraf (nekrosis maupun apotosis) �� gejala yang timbul tergantung pada saraf mana yang mengalami kerusakan/kematian

Penyebab:

- Emboli

- atherosklerosis pada arteri otak (pembentukan plak/deposisi lemak pada pembuluh darah)

- hiperkoagulabilitas darah, peningkatan kadar platelet, thrombosis

Pathogenesis stroke hemoragik

- Hemoragi merupakan penyebab ketiga tersering serangan stroke

- Penyebab utamanya: hipertensi �� terjadi jika tekanan darah meningkat dengan signifikan �� pembuluh arteri robek �� perdarahan pada jaringan otak �� membentuk suatu massa �� jaringan otak terdesak, bergeser, atau tertekan(displacement of brain tissue) �� fungsi otak terganggu

- Semakin besar hemoragi yg terjadi �� semakin besar displacement jaringan otak yang terjadi Pasien dengan stroke hemoragik sebagian besar mengalami ketidaksadaran �� meninggal

Gejala dan tanda stroke iskemik

Gejala yang muncul bervariasi tergantung di mana terjadi serangan stroke iskemia, misalnya:

- unilateral weaknesses �� biasanya hemiparesis (lumpuh separo)

- unilateral sensory complaints �� numbness, paresthesia (mati rasa)

- Aphasia �� language comprehension

- Monocular visual loss �� gangguan penglihatan sebelah

Gejala dan tanda stroke hemoragik

Pada stroke hemoragik:

onset manifestasi kliniknya cepat �� gejala fisik neurologis yang muncul tergantung pada tempat perdarahan dan besarnya perdarahan �� mayoritas pasien kehilangan kesadaran, dan banyak yang akhirnya meninggal tanpa sempat sadar lagi �� sebelum pingsan, pasien umumnya akan mengalami sakit kepala dan dizziness

Sasaran terapi

- Terapi yang diberikan tergantung jenis strokenya �� iskemik atau hemoragik

- Sasaran : aliran pembuluh darah otak

- Berdasarkan waktu terapinya :

o Terapi pada fase akut

o Terapi pencegahan sekunder atau rehabilitasi

Strategi terapi

- Pendekatan terapi pada fase akut stroke iskemik: restorasi aliran darah otak dengan menghilangkan sumbatan/clots, dan menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan dengan iskemik/hipoksia

- Therapeutic window : 12 – 24 jam, golden period : 3 – 6 jam �� kemungkinan daerah di sekitar otak yang mengalami iskemik masih dapat diselamatkan

- Pada stroke hemoragik �� terapi tergantung pada latar belakang setiap kasus hemoragiknya

Obat-obat yang digunakan pada terapi serangan akut

- Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase

o Mekanisme: mengaktifkan plasmin �� melisiskan tromboemboli

o Penggunaan t-PA sudah terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah serangan akut

o Catatan: tetapi harus digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko perdarahan

- Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin �� masih merupakan mainstay dalam terapi stroke. Urutan pilihan : Aspirin atau dipiridamol-aspirin, jika alergi atau gagal �� clopidogrel, �� jika gagal : tiklopidin

- Terapi antikoagulan �� masih kontroversial karena resiko perdarahan intracranial. Agen: heparin, unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH), heparinoids warfarin

Terapi pemeliharaan (pencegahan) stroke

1. Terapi Antiplatelet

o Aspirin �� menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm proses pembekuan darah)

o Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol – Aspirin

o Tiklopidin dan klopidogrel �� jika terapi aspirin gagal

o Silostazol

2. Terapi Antikoagulan

o Masih dalam penelitian, efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien stroke

3. Terapi hormon estrogen

o Pada wanita post-menopause terapi ini ter

4. Antihipertensi

o dibutuhkan karena hipertensi merupakan faktor resiko (50% pada stroke iskemik dan 60% pada stroke hemoragik). Penggunaan antihipertensi harus memperhatikan aliran darah otak dan aliran darah perifer �� menjaga fungsi serebral

o Obat pilihan :

§ golongan AIIRA (angiotensin II receptor antagonis) contoh : candesartan

§ golongan ACE inhibitorbukti mengurangi insiden terjadinya stroke

5. Terapi memulihkan metabolisme otak

Tujuan: - meningkatkan kemampuan kognitif

o Meningkatkan kewaspadaan dan mood

o Meningkatkan fungsi memori

o Menghilangkan kelesuan

o Menghilangkan dizziness

o Contoh: citicholin, codergocrin mesilate, piracetam

6. Terapi rehabilitasi

misal : fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll.

Evaluasi outcome terapi

- Faktor resiko yang dapat diatasi harus dipantau : profil kolesterol, BB, rokok, hipertensi, dll

- Pasien dgn terapi antikoagulan dipantau terhadap parameter koagulasi/perdarahan

- Pasien yang mendapat aspirin dipantau kemungkinan gangguan/perdarahan GIT

- Pasien yang dapat tiklopidin dipantau efek samping dan interaksi obatnya: periksa darah rutin untuk deteksi adanya neutropenia

DECUBITUS

IRK

“Dan kamu mengira mereka itu bangun,padahal mereka tidur; Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan kekiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka” (Al-Qur’an:18(18))

Anatomi fisiologi kulit

Kulit terdiri atas dua lapisan, lapisan dermis luar (epidermis) dan lapisan dermis dalam (dermis). Luas kulit pada orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan.

Epidermis

Normalnya sel pada lapisan ini akan terus mengalami regenerasi setiap 2 ½ bulan. Epidermis tidak disuplai pembuluh darah secara langsung, makanan dan oksigen melalui difusi dari jaring pembuluh darah di lapisan dermis.

- Stratum corneum Terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmana telah berubah menjadi keratin(zat tanduk).

- Stratum lucidum Lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.

- Stratum granulosum Terdiri 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin.

- Stratum spinosum sel yang berbentuk poligonal , Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak di tengah-tengah. Diantara sel spinosum terdapat pula sel Langerhans.

- Stratum basale sel berbentuk kubus (kolumnar).selalu aktif mengadakan pembelahan diri

Lapisan epidermis mengandung empat jenis sel yang berbeda

1. Melanosit

2. keratinosit

3. sel Langerhans dan

4. sel Granstein

ditambah sel limfosit T transien yang tersebar di lapisan epidermis dan dermis. Melanosit, Memproduksi pigmen melanin dibantu oleh enzim tyrosinase. Berfungsi melindungi kulit dari sinar ultraviolet matahari. Keratinosit, Memproduksi keratin. Ketika sel ini mati, keratin yang dihasilkan melapisi kulit terluar. Sel ini juga dapat membentuk kuku dan rambut.

Sel pertahanan tubuh lainnnya yang berada di kulit

Sel langerhans berasal dari sumsum tulang, berperan sebagai antigen presenting cells kepada sel limfosit T Helper, rentan rusak akibat terpajan radiasi UV matahari. Sel granstein sebagai rem bagi respon pertahanan tubuh di kulit.

Dermis

lapisan jaringan ikat yang mengandung banyak serabut elastin yang lentur dan serabut kolagen yang kuat serta banyak pembuluh darah dan ujung saraf.

  1. Pars papillare, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
  2. Pars retikulare , terdiri atas serabut penunjang seperti kolagen elastin dan retikulin.

Kelenjar eksokrin kulit dan folikel rambut

} Kelenjar keringat

Kelenjar keringat tersebar di sebagian besar permukaan tubuh mengeluarkan larutan garam

} Kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea menghasilkan sebum, membantu rambut kedap air dan mencegah rambut kering dan retak

Hipodermis/sub kutan :

Berisi jaringan ikat longgar dan jaringan adiposa

FUNGSI KULIT

  1. Proteksi
  2. Sensori
  3. Absorbsi
  4. Ekskresi
  5. Thermoregulasi
  6. Metabolisme
  7. Komunikasi sosial

Sintesis vitamin D oleh kulit

} Epidermis juga dapat mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar matahari.

} Jenis sel yang memproduksi vitamin D belum diketahui.

} Terkait dengan hormon, ginjal, kalsium

Asal Panas Pada Tubuh Manusia

Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan panas secara mandiri dan tidak tergantung pada suhu lingkungan. à mahluk berdarah panas. Suhu tubuh dihasilkan dari :

1. Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR)

2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk kontraksi otot akibat menggigil).

3. Metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin dan sebagian kecil hormon lain, misalnya hormon pertumbuhan (growth hormone dan testosteron).

4. Metabolisme tambahan akibat pengaruh epineprine, norepineprine, dan rangsangan simpatis pada sel.

5. Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel itu sendiri terutama bila temperatur menurun.

Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Tubuh manusia memiliki seperangkat sistem yang memungkinkan tubuh menghasilkan, mendistribusikan, dan mempertahankan suhu tubuh dalam keadaan konstan. Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan (sekitar 37°C). Selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 30°C sampai 40°C. Lokasi pengukuran temperatur tubuh : ketiak (aksila), sub lingual (dibawah lidah) atau rektal (dubur). Temperatur dubur lebih tinggi 0,3 – 0,5 oC daripada temperatur aksila. Suhu rektal agak konstan bila dibandingkan dengan suhu-suhu di daerah lain. Temperatur rata-rata kulit : 0,07 Tkepala + 0,14 Tlengan + 0,05 Ttangan + + 0,07 Tkaki + 0,13 Tbetis + 0,09 Tpaha + 0,35 Tbatangtubuh. Temperatur tubuh rata-rata : Mean Body Temperatur = (0,69 x temp rektal) + (0,33 x temp kulit rata-rata)

Tabel Perbedaan derajat suhu normal pada berbagai kelompok usia

Usia

Suhu (oC)

3 bulan

37,5

6 bulan

37,7

1 tahun

37,7

3 tahun

37,2

5 tahun

37,0

7 tahun

36,8

9 tahun

36,7

11 tahun

36,7

13 tahun

36,6

Dewasa

36,4

> 70 tahun

36,0

Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C

Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C

Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C

Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

(Tamsuri Anas, 2007)

Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

1. Kecepatan metabolisme basal

2. Rangsangan saraf simpatis

3. Hormon pertumbuhan

4. Hormon tiroid

5. Hormon kelamin

6. Demam ( peradangan )

7. Status gizi

8. Aktivitas

9. Gangguan organ

10. Lingkungan

Mekanisme Kehilangan Panas Melalui Kulit

Panas dapat hilang dan masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi,

1. Radiasi

Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gelombang panas inframerah. Gelombang inframerah yang dipancarkan dari tubuh memiliki panjang gelombang 5 – 20 mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang panas ke segala penjuru tubuh. Radiasi merupakan mekanisme kehilangan panas paling besar pada kulit (60%) atau 15% seluruh mekanisme kehilangan panas.

2. Konduksi

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan benda-benda yang ada di sekitar tubuh.

3. Konveksi

Apabila seceret kopi diletakkan di atas kompor listrik yang panas maka enegi dalam ceret akan meningkat yang disebabkan oleh konveksi. Apabila kalor berpindah dengan cara gerakan partikel yang telah dipanaskan dikatakan perpindahan kalor secara konveksi. Aliran konveksi dapat terjadi dikarenakan massa jenis udara panas sangat ringan dibandingkan massa jenis udara dingin

4. Evaporasi

Evaporasi ( penguapan air dari kulit ) dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58 kilokalori. Pada kondisi individu tidak berkeringat, mekanisme evaporasi berlangsung sekitar 450 – 600 ml/hari. Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus menerus dengan kecepatan 12 – 16 kalori per jam. Evaporasi ini tidak dapat dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi molekul air secara terus menerus melalui kulit dan sistem pernafasan.

Enegi panas mula-mula akan penetrasi kedalam jaringan kulit dalam bentuk berkas cahaya (dalam bentuk radiasi atau konduksi) kemudian akan menghilang didalam jaringan yang lebih dalam berupa panas, panas tersebut kemudian diangkut ke jaringan lain dengan cara konveksi yaitu diangkut ke jaringan seluruh tubuh melalui cairan tubuh, dan energi panas akan dikeluarkan melalui evaporasi (keringat)

DEFINISI

Permasalahan decubitus sebenarnya dimulai dari inkonsistensi penggunaan istilah (nomenclature inconsistency). Hal ini membuat pressure ulcers seolah-olah seperti penyakit tanpa definisi. Menurut Campbell (2010) mencatat ada begitu banyak istilah yang sering digunakan berkaitan dengan decubitus:

pressure ulcer, decubitus ulcer, bedsore, bed-sore, pressure sore, tissue necrosis, decubiti (grammatically incorrect) or decubitus, trophic ulcer, chronic ulcer, decubitus omniosus/acutus/chronicus, erythema gangraenosum, cuticular necrosis, and skin ulcer

Penggunaan istilah pressure ulcer telah menjebak kita pada pemahaman bahwa decuitus semata-mata disebabkan oleh pressure atau tekanan. Penggunaan istilah decubitus lebih dapat diterima sebab bersifat netral dan dapat mencakup faktor-faktor resiko lainnya. Pemahaman akan patomekanisme penyebab decubitus tentunya akan menentukan ke mana arah modalitas intervensi pencegahan dan perawatan.

Dekubitus merupakan kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus-menerus, sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir dan disebabkan adanya kompresi jaringan yang lunak di atas tulang yang menonjol. (bony prominence) dan jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemia jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. (Sutanto, 2008)

Decubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas dan tirah baring lebih dari satu minggu seperti pada pasien stroke. Hasil penelitian Dwianti (2007) menunjukkan bahwa pada pasien stroke, dekubitus terjadi pada hari ke-7. Menurut Mukti, (2005) insidensi dan prevalensi terjadinya dekubitus di Amerika Serikat di tatanan perawatan rumah (home health care) sekitar 7 -12%. Sementara itu, Kami (penulis) tidak mendapatkan data pasti tentang insidensi dan prevalensi terjadinya dekubitus dalam perawatan rumah (home health care).


Etiologi

Etiologi ulkus dekubitus adalah kurangnya mobilitas, kontraktur,spastisitas, berkurangnya fungsi sensorik, paralisis, insensibilitas, malnutrisi, anemia, hipoproteinemia, dan infeksi bakteri. Selain itu usia yang tua, perawatan di rumah sakit yang lama, orang yang kurus, inkontinensia urin. Penurunan kesehatan dan penyakit yang lain. Namun pada dasarnya ulkus dekubitus terjadi akibat adanya factor primer dan sekunder.

1. Factor primer

Merupakan tekanan dari luar yang menimbulkan iskemi setempat. Dalam keadaan normal, tekanan intrakapilar arterial adalah 32mmHg dan tekanan ini dapat meningkat mencapai 60mmHg yaitu pada keadaan hyperemia. Tekanan midkapiler adalah 20 mmHg, sedangkan tekanan pada daerah vena adalah 13-15 mmHg. Efek destruksi jaringan yang berkaitan dengan keadaan iskemia dapat terjadi dengan tekanan kapilar antara 32-60 mmHg yang disebut sebagai tekanan supra kapilar. Bila keadaan suprakapilar ini tercapai akan terjadi penurunan aliran darah kapilar yang disusul dengan keadaan iskemia setempat.

Substasi h yang mirip dengan histamindilepaskan oleh sel sel yang iskemik dan akumulasi metabolit seperti kalium, adenosine difosfat,hydrogen dan asam laktat. Di duga sebagai factor yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Reaksi kompensasi sirkulasi akan tampak sebagai hyperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode khusus terjadi yaitu 1-2 jam.

2. Factor sekunder

Faktor yang mengunjang terjadinya ulkus dekubitus antara lain:

- Gangguan saraf vasomotorik sensorik, motorik

- Kontraktur sendi dan spasitas

- Gangguan sirkulasi perifer

- Malnutrisi dan hipoproteinnemia

- Anemia

- Keadaan patologis kulit pada gangguan hormonal

- Edema

- Maserasi

- Infeksi

- Hygiene kulit yang buruk

- Inkontinensia alvi dan urin

- Kemunduran mental dan penurunan kesadaran

- Usia

- Hematoma

- Benda asing

- Iskemia

- Diabetes

- Keadaan luka

- Obat

Lokasi ulkus decubitus

Setiap bagian tubuh dapat terkena, tetapi umumnya terjadi pada daerah tekanan dan penonjolan tulang.

1. Tuberositas ischii (tekanan langsung pada keadaan dudukpada daerah ischium)

2. Trochanter mayor (lama berbaring pada satu sisi, kursiroda terlalu sempit, asifikasi hetero tropic, skoliosis yang mengakibatkan pindahnya berat badan ke sisi panggul yang lain)

3. Sacrum (pada penderita yang lama berbaring terlentang sehingga bias terjadi kontak dengan urin keringat ataupun feces)

4. Tumit (gesekan tumit pada tempat tidur)

5. Lutut (terjadi bila penderita terlalu lama berbaring dengan posisi telungkup)

6. Maleolus (pada posisi pada satu posisi, trauma pada pemindahan, gesekan pada maleolus kanan dan kiri)

7. Siku

8. Jari kaki

9. Scapulae dan processus spinosus vertebrae (terlalu lama berbaring dan seringnya gesekan)

Manifestasi

Gejala klinik yang tampak oleh penderita biasanya berupa kulit yang kemeraha sampai terbentuknya suatu ulkus, jaringan parut dan nekrotik. Selain itu juga dapat terjadi edema, hiperemis, kerusakan otot, kerusakan jaringan kulit.

Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis yang penting berkenaan dengan penatalaksanaannya :

- Stadium I

Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini umumnya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari

- Stadium II

Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringan diposa. Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.

- Stadium III

Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan fibrosis. Kadang kadang terdapat anemia dan infeksi sistemik. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu

- Stadium IV

Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Dapat terjadi atristis septic atau osteomielitis dan sering disertai anemia. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.

Patofisiologi

Tekanan yang lama yang melampaui tekanan kapiler jaringan pada jaringan yang iskemik akan mengakibatkan terbentuknya ulkus decubitus. Hal ini karena tekanan yang lama akan mengurangi asupan oksigen dan nutrisi pada jaringan tersebut sehingga akan menyebabkan iskemik dan hipoksia kemudian menjadi nekrosis dan ulserasi. Pada keadaan iskemik sel sel akan melepaskan substansi H yang mirip dengan histamine. Adanya substansi H dan akumulasi metabolit seperti kalium adenosine dhipospat (ADP), hydrogen dan asam laktat akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Reaksi kompensasi sirkulasi akan tampak sebagai hyperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode kritis terjadi yaitu 1-2 jam. Suatu penelitian histologist memperlihatkan bahwa tanda tanda kerusakan awal terjadi di dermis antara lain berupa dilatasi kapiler dan vena serta edema dan kerusakan sel sel endotel. Selanjutnya akan berbentuk perivaskuler infiltrate, agregat platelet yang kemudian berkembang menjadi hemoragik perivaskuler. Hal yang menarik pada tahap awal ini di epidermis tidak didapatkan tanda tanda nekrosis oleh karena sel sel epidermis memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada keadaan tanpa oksigen dalam jangkawaktu yang cukup lama. Selain itu perubahan patologis oleh karena tekanan eksternal tersebut terjadi lebih berat pada lapisan otot dan kerusakan jaringan kulit terjadi kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan lamanya tekanan.

Patway

Tekanan dan Gesekan

Asupan oksegen dan nutrisi berkurang

Iskemik dan hipoksia

Nekrosis dan ulserasi

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan immobilisasi fisik

Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, trauma jaringan)

Pemeriksaan penunjang

- Darah lenkap

Peningkatan tertentu awal menunjukan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya difisiensi nutrisi klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stress.

- Biopsy luka à mengetahui jumlah bakteri

- Kultur swab à untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus

- Pembuatan foto klinis

Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.

Komplikasi

1. Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka dibawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahanmungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah factor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4-5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

Nursing Care Plan

Pengkajian

1. Biodata

2. Keluhan utama

3. Riwayat penyakit sekarang

4. Riwayat penyakit personal dan keluarga

5. Riwayat pengobatan

6. Riwayat diet

7. Status social ekonomi

8. Riwayat kesehatan

9. Pengkajian psikososial

10. Aktivitas sehari hari

11. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

b. TTV

c. Pemeriksaan kepala dan leher

d. Pemeriksaan dada dan thorax

e. Abdomen

f. Urogenital

g. Muskuluskeletal

h. Pemeriksaan neurologi

i. Inspeksi kulit

12. Yang perlu di perhatikan perawat

a. Warna

b. Jenis lesi (primer atau skunder)

c. Edema

d. Kelembapan

e. Integritas

f. Kebersihan kulit

g. Vaskularisasi

h. Palpasi kulit

Diagnose

1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan immobilisasi fisik

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, trauma jaringan)

Intervensi Keperawatan

NO

Diagnose

Tujuan umum

NOC

NIC

Rasional

01

Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan immobilisasi fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi

Hasil yang diharapkan setelah menjalani intervensi adalah:

a. Sensasi normal (5-2)

b. Elastisitas (4-2)

c. Warna (4-2)

d. Tekstur (4-2)

e. Jaringan bebas lesi (3-2)

f. Adanya pertumbuhan rambut di kulit (5-2)

g. Kulit utuh (4-2)

Ket. Skala:

1 = kompromi luarbiasa

2 = kompromi baik

3 = kompromi kadang kadang

4 = jarang kompromi

5 = tidak pernah kompromi

*Obsevasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka

*pantau / evaluasi tanda tanda vital dan perhatikan adanya demam

*identifikasi derajat perkembangan luka tekan ulkus

*lakukan perawatan luka dengan theknik aseptic dan antiseptic

*bersihkan jaringan nekrotik

*kolaborasi:

a. irigasi luka

b. beri antibiotic oral, topical, dan intravena sesuai indikasi

c. ambil kultur luka

*untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka

*demam mengidentifikasi adanya infeksi

*mengetahui tingkat keparahan pada luka

*mencegah terpajan dengan organism infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi

*mencegah auto kontaminasi

*kolaborasi:

a. membuang jaringan nekrotik/luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan

b. mencegah atau mengotrol infeksi

c. untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka

02

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan:

NOC I : level nyeri

a. Laporkan frekuensi nyeri (4-2)

b. Kaji frekuensi nyeri (3-2)

c. Lamanya nyeri berlangsung (4-2)

d. Ekspresi wajah terhadap nyeri(4-2)

e. Kegelisahan (4-2)

f. Perubahan TTV (3-1)

NOC II : control nyeri

a. Mengenal factor penyebab (2-4)

b. Gunakan tindakan pencegahan (2-4)

c. Gunakan tindakan non analgesic (4-2)

d. Gunakan analgesic yang tepat (4-2)

Ket. Skala:

1=tidak pernah menunjukkan

2=jarang menunjukkan

3=kadang menunjukkan

4=sering menunjukkan

5=selalu menunjukkan

*tutup luka sesegera mungkin

*tinggikan ekstermitas yang terdapat luka secara periodic

*Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya

*ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi

*perhatikan lokasi nyeri dan intensitas

*berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi dengan sering

*dorong penggunaan thknik menejemen stress

*tingkatkan periode tidur tanpa gangguan

*kolaborasi: berikan analgesic sesuai indikasi

Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit

Untuk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan

Peninggian linan dari luka membantu menurunkan nyeri

Menurunkan kekakuan sendi

Perubahan lokasi/ intensitas nyeri mengindikasikanterjadinya komplikasi

Meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot

Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan menigkatkan rasa control

Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri

Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada

03

Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, trauma jaringan)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengendalian infeksi:

a. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi (4-2)

b. Mampu memonitor factor resiko dari lingkungan (4-2)

c. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi (4-2)

d. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko (4-2)

e. Pengguanaan layanan kesehatan yang sesuai (4-2)

Ket. Skala

1=selalu

2=sering

3=kadang

4=jarang

5=tidak pernah

*pantau terhadap tanda tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)

*observasi TTV

*cuci tangan sebelum dan sesudah melakuakn tindakan

*lakukan rawat luka dengan teknik aseptic dan antiseptic

*anjurkan klien untuk menghabiskan porsi yang tersedia terutama tinggi protein dan vit C

*jaga personal hygiene klie

*Kolaborasi dengan tim medis dalam penentuan antibiotic dan pemeriksaan leukosit dan LED

Respon jaringan terhadap ifiltrasi pathogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran limfe (edema, merah, bengkak)

Pathogen yang bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu tubuh

Mencegah terjadinya infeksi silang dari lingkungan luka kedalam luka

Mencegah terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri

Nutrisi dpat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan mempercepat proses penyembuhan

Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik bagi kuman

Peningkatan leukosit dan LED merupakan indikasi terjadinya infeksi

Daftar pustakan

- Smeltzer, Bare. 2005. Keperawatan Medikal-Bedah. EGC. Jakarta

- Istanti, Yuni P. 2010. Panduan Blok Keperawatan Dewasa II. PSIK UMY. Yogyakarta

- NANDA, Nursing diagnose: definition and Clasifikation, 2005-2006, NANDA International, philadelpihia, 2005.